revenue

ads

Filled Under:

Demo Boikot Kampus

Berikut beberapa berita yang dilansir oleh media masa:

  • Harian Umum Suara Merdeka Rabu, 14 April 2004

Demo Dana POM Unsoed

PURWOKERTO-Ratusan mahasiswa Program Studi Bahasa dan Sastra (PSBS) Unsoed yang tergabung dalam Jaringan Mahasiswa Antikorupsi melakukan aksi unjuk rasa, kemarin. Mereka menuntut pengusutan dugaan penyelewenagan dana sumbangan dari Persatuan Orang Tua Mahasiswa (POM).

Dana itu diduga dikorupsi Kasubag Administrasi dan Keuangan program studi tersebut, Drs Diwan. Menurut mahasiswa, dana yang dikorupsi mencapai Rp 459 juta, sedangkan versi tim universitas sekitar Rp 139 juta.

Mereka memulai aksi dari kampus D3 Bahasa Inggris Karangwangkal sekitar pukul 09.30. Kemudian mendatangi rektorat (kampus pusat Grendeng) untuk menyampaikan pernyataan sikap dan meminta penjelasan dari Rektor Prof Rubiyanto Misman.

Dalam orasi dan pernyataan sikapnya, mahasiswa mendesak pihak universitas untuk mengusut tuntas kasus tersebut. Irtan Ranasari selaku korlap mengungkapkan, kasus korupsi tersebut disinyalir sudah muncul sejak 1997, awal berdirinya D3 PSBS. Selama ini mahasiswa juga merasa kesulitan setiap kali ingin mengakses penggunaan dana POM di fakultas.

''Pihak fakultas dan birokrasinya selalu menutup-nutupi masalah ini,'' keluh sejumlah demonstran saat berdialog dengan Rektor di teras gedung rektorat. Dalam dialog tersebut hadir pula PR III Komari SH MHum, Dekan FISIP Suhari Mj, dan sejumlah pejabat Unsoed lainnya.

Prof Rubi menjelaskan, kasus tersebut saat ini sudah ditangani. Pihak universitas juga sudah membentuk tim yang diketuai PR II Kamio dan Kepala Biro Keuangan Sigit. Menurut Rubi, tersangkanya juga sudah diberi sanksi secara kelembagaan, yaitu dicopot dari jabatannya.

''Dana yang dikorupsi jumlahnya tidak sebanyak yang disebutkan para mahasiswa. Kasusnya terjadi juga dalam setahun terakhir ini, bukan sejak 1997. Pak Diwan juga sudah mengembalikan sebagian. Dia kami beri waktu sekitar tiga bulan untuk melunasi, kalau tidak kami pidanakan,'' papar Rubi.

Setelah diberi penjelasan akhirnya mahasiswa bisa menerima dan kembali ke kampusnya sekitar pukul 12.00. Kalau batas waktu yang ditentukan kampus dilanggar, mereka akan menggelar lagi aksi serupa. (G22-81k)

  • Harian Kompas, Selasa, 31 Maret 2009 | 20:18 WIB

BANYUMAS, KOMPAS.com - Mahasiswa Sastra Inggris Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto menggelar aksi mogok dan menyegel ruang kuliah, Selasa (31/3). Mereka menolak penggabungan 150 mahasiswa dalam satu kelas untuk pengajaran satu mata kuliah karena tidak efektif. Mereka juga mendesak pimpinan perguruan tinggi segera membayar gaji sejumlah dosen yang masih tertunggak sehingga berakibat pada menurunnya kinerja dosen.

Aksi tersebut diikuti ratusan mahasiswa program studi Sastra Inggris. Aksi dimulai pukul 08.00 di Kampus Sastra Unsoed Jalan Kali Bakal, Purwokerto. Mahasiswa menutup ruang-ruang kelas lalu menyegelnya dengan selembar kertas.

Unjuk rasa dilanjutkan ke Kampus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unsoed di Jalan HR Bunyamin. Di kampus tersebut, mahasiswa meneriakkan yel-yel dan berorasi di depan ruang Dekan FISIP Unsoed.

Ketua Himpunan Mahasiswa Sastra Inggris, Agung Benta, mengatakan, sejak Senin (30/3), pihak prodi Sastra Inggris menggabungkan empat kelas yang masing-masing berisi 30-40 mah asiswa di prodi tersebut menjadi satu kelas. Akibatnya, jumlah mahasiswa yang mengikuti kuliah dalam satu kelas menjadi sangat besar, yakni di atas 150 orang.

"Ini sangat tidak efektif. Ruangan tidak ada AC sehingga suasana perkuliahan panas dan sangat riuh," kata Agung.

Penggabungan tersebut merupakan keputusan dari para dosen di program studi tersebut. Sejak komponen gaji dosen dimasukkan ke dalam penerimaan negara bukan pajak (PNPB), gaji dosen, terutama dosen honorer tak dibayarkan secara penuh. Agung mengungkapkan, dari Rp 6 juta per semester gaji dosen honorer yang harus dibayarkan, baru 25 persen yang direalisasikan. Akibatnya, kinerja para dosen pun turun.

Gaji dosen pun dibayarkan berdasarkan jumlah sistem kredit semester (SKS). Untuk Satu SKS, seorang dosen Sastra Inggris harus mengajar di empat kelas berbeda karena banyaknya mahasiswa di satu angkatan yang mencapai di atas 150 orang, sedangkan jumlah dosen terbatas. Namun, pihak universitas hanya membayar satu kali honor mengajar, sedangkan tiga kegiatan mengajar di tiga kelas lainnya tak dihitung.

Dekan FISIP Unsoed, Muslichudin, mengaku tak setuju dengan penggabungan kelas tersebut. Dia akan membicarakan masalah tersebut dengan para dosen sastra, Rabu (1/4) ini. Jumlah mahasiswa sastra sangat besar. "Jadi, kalau digabung ini sangat tidak efektif," tandas dia.

________________________________________________________________
dari beberapa berita diatas...harus ada tindakan seperti ini agar mereka tahu bahwa eksistensi kita ada,..jangan sampai kita dijadikan sebuah boneka yang tiada perlawanan. Maju terus untuk sebuah perubahan